Tumpang Tindih Kewenangan, Penyelesaian Kasus Penelantaran Pelaut Jadi Lamban

230

JAKARTA, NMN – Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Basilio Dias Araujo mengungkapkan bahwa kewenangan yang tumpang tindih dan koordinasi lintas sektor yang tidak optimal menjadi penyebab lambannya penanganan kasus-kasus penelantaran pelaut dan awak kapal perikanan.

“Untuk itu, diperlukan kerja sama dan koordinasi yang baik antara Kementerian/Lembaga (K/L) terkait dan perwakilan Indonesia di luar negeri,” kata Deputi Basilio, Senin (18/10).

Ia menjelaskan, dalama menindaklanjuti laporan kasus-kasus penelantaran pelaut dan awak kapal perikanan Indonesia, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi menggelar rapat koordinasi peninjauan penanganannya bersama Kementerian / Lembaga (K/L) terkait pada 18 Oktober 2021.

“Sejak tahun 2018, Kemenko Marves, khususnya Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, telah menaruh perhatian yang besar terhadap upaya pelindungan yang menyeluruh bagi para pelaut dan awak kapal perikanan Indonesia, baik yang bekerja di dalam maupun di luar negeri,” ujarnya.

Sebelumnya, Kemenko Marves telah menyelenggarakan Rapat Koordinasi Penanganan Kasus Penelantaran Pelaut dan Awak Kapal Perikanan pada 31 Agustus 2021, yang membahas tentang penanganan kasus-kasus penelantaran yang terjadi di MV PL Yui Lam, MV Shun Chao, MV TSYS, dan FV Ying Shun 368.

Selain empat kasus tersebut, rapat koordinasi ini juga membahas mengenai beberapa laporan kasus yang baru diterima oleh Kemenko Marves, yaitu laporan dari Organisasi Maritim Internasional (IMO) terkait kasus penelantaran pelaut dan awak kapal perikanan Indonesia di MV Voyager di Guam dan FV COBIJA di Yaman, serta laporan dari KBRI terkait kasus di MT Ocean Star di Timor-Leste dan FV Liao Dong Yu di perairan Somalia, yang membutuhkan koordinasi lanjut dari K/L terkait.

“Salah satu tujuan rapat koordinasi hari ini adalah untuk membahas update tindak lanjut penanganan kasus-kasus tersebut, untuk mengetahui sejauh mana perkembangan terbaru yang telah dicapai oleh masing-masing K/L dalam penanganannya,” tutur Deputi Basilio.

Menurutnya, pekerjaan di kapal ikan itu tidak gampang, ada banyak sekali kasus penelantaran dan eksploitasi pelaut dan awak kapal setiap tahunnya, yang membutuhkan perhatian dan penanganan. Sebagai bentuk upaya peningkatan koordinasi dan pelindungan secara menyeluruh, saat ini sedang dilakukan penyusunan Rencana Aksi Nasional Pelindungan Pelaut dan Awak Kapal Perikanan (RAN-PPAKP).

RAN-PPAKP memuat sasaran kegiatan yang perlu dilaksanakan setiap pemangku kepentingan, agar dapat meningkatkan pelindungan terhadap pelaut dan Awak Kapal Perikanan secara holistik, yang saat ini. sedang berproses diajukan untuk mendapatkan izin prakarsa dari Presiden.

“RAN-PPAKP bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama seluruh pemangku kepentingan dalam upaya memberikan pelindungan yang maksimal bagi pelaut dan awak kapal perikanan Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri,” jelasnya.

Hal itu dilaksanakan melalui penyelarasan peraturan perundang-undangan yang ada di masing-masing sektor, melakukan kesepakatan bersama lintas K/L untuk melakukan pengawasan bersama, serta melakukan edukasi, rekrutmen, penempatan, pelaporan, dan pelayanan kepada ABK yang bekerja di dalam maupun luar negeri.

Selain Kemenko Marves, penyusunan RAN-PPAKP juga dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, dan K/L terkait lainnya.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here