JAKARTA, NMN – Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 34 Tahun 2022 tentang Rencana Aksi Kebijakan Kelautan Indonesia (Renaksi KKI) Tahun 2021-2025 pada 22 Februari 2022.
Renaksi itu merupakan kelanjutan dari Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia yang perlu dilanjutkan secara terpadu dan berkesinambungan melalui pelaksanaan berbagai program dan kegiatan kelautan sesuai dengan target pembangunan nasional pada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Setijadi selaku Chairman Supply Chain Indonesia mengatakan Perpres itu diharapkan dapat menjadi acuan rinci pembangunan dan penguatan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Poros Maritim Dunia merupakan visi Indonesia untuk menjadi sebuah negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri, kuat, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional.
“Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia harus diwujudkan dengan memanfaatkan kekuatan armada perdagangan, perikanan, industri dan jasa maritim, infrastruktur, potensi sumber daya kelautan, dan hingga kekuatan angkatan laut,” kata Setijadi.
Renaksi KKI Jilid Kedua ini terbagi atas 374 program kegiatan strategis di bidang kemaritiman pada masing-masing 40 Kementerian/Lembaga (K/L) terkait antara lain Kemenko Marves, Kemenko Ekon, Kemenko Polhukam, BSN, KKP, Kemenparekraf, Kemlu, Kemendag, Kemendagri, Kemenkeu, Kemenhub, Kemenperin, Kemenkop UKM, KemenPUPR, dan KLHK.
Rencana Aksi KKI perlu disusun sebagai salah satu pedoman operasional bagi kementerian/lembaga dan peme,rintah daerah untuk mewujudkan visi kelautan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. KKI mencakup aspek yang sangat luas dan kompleks yang saling terkait satu sama lain.
Dalam implementasi program kelautan, terdapat banyak pelaku yang terlibat. Pengembangan kelautan perlu dilaksanakan secara holistik, integratif, tematik, dan sinergis menuju terwujudnya Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Renaksi ini tersusun secara komprehensif dan rinci sehingga dapat menjadi pedoman dan acuan bagi K/L terkait dan para pemangku kepentingan lainnya. Dalam Renaksi itu sudah tercantum program, kegiatan, sasaran, output, target per tahun, instansi penanggung jawab, instansi terkait, dan sumber pembiayaan.
Dalam Perpres itu disebutkan bahwa telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (lKU) guna mengukur hasil (outcome) KKI jangka menengah 5 (lima) tahun untuk meningkatkan efektivitas pemantauan dan evaluasinya. Hasil pengukuran IKU diharapkan berkontribusi terhadap dampak (impact) KKI dalam jangka panjang sampai 2045, serta mendukung strategi pembangunan ekonomi maritim, peradaban maritim, dan kekuatan maritim dalam Visi Indonesia 2045.
Namun, Renaksi itu bersifat multisektoral dan multi pemangku kepentingan, sehingga proses implementasinya sangat perlu diperhatikan.
Setiap kementerian atau lembaga terkait bisa mempunyai berbagai program yang bisa lebih diprioritaskan daripada yang tercantum dalam Renaksi itu. Demikian pula halnya dengan pemda-pemda terkait yang mempunyai prioritas program sesuai dengan kepentingan wilayahnya..
Pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi terhadap pelaksanaan kegiatan masing-masing K/L sesuai dengan Rencana Aksi pada bulan ke-6, ke-9, dan ke-12 pada setiap tahunnya. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi bertanggung jawab dalam mengoordinasikan pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi Rencana Aksi.
Meski dalam renaksi sudah ditetapkan Kemenko Marves sebagai penanggung jawab, pada tahap implementasinya tetap diperlukan sebuah kelembagaan yang sifatnya netral untuk mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan implementasi pada masing-masing K/L terkait. Tanpa kelembagaan yang kuat, sangat dikuatirkan implementasi itu tidak berjalan secara efektif.