JAKARTA, NMN – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dalam mengurus ijin pemanfaatan ruang laut.
Kepastian hukum yang dimaksud adalah dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 42/2022 tentang Mekanisme Penyelenggaraan Pendirian dan/atau Penempatan Bangunan dan Instalasi di Laut untuk.
Pemanfaatan ruang laut seyogyanya memang harus diatur oleh pemerintah mengingat tingginya aktivitas yang berlangsung di dalamnya, meliputi kegiatan di permukaan, kolom, bahkan di dasar lautan.
Tingginya aktivitas yang tanpa dibarengi regulasi akan berpotensi memicu terjadinya konflik kepentingan bahkan dapat merusak ekosistem laut itu sendiri.
“Walaupun peraturan perundangan ini berbentuk Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, namun dapat dijadikan payung hukum untuk seluruh Kementerian dan Lembaga yang terkait dalam perizinan bangunan dan/atau instalasi di laut. Hal ini dikarenakan dalam prosesnya, pembentukan Keputusan Menteri ini melibatkan seluruh Kementerian dan Lembaga, bahkan dengan stakeholder terkait,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo pada Senin (18/7).
Victor menuturkan, secara umum aturan yang dikeluarkan pada 23 Juni 2022 lalu itu berisi proses bisnis diagram alir tahapan yang harus dilalui pelaku usaha jika ingin membangun bangunan dan/atau instalasi di laut.
“Beleid (langkah) tersebut terbit berdasarkan arahan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dalam rapat koordinasi tingkat menteri pada akhir Januari 2022,” ujar Victor.
Direktur Perencanaan Ruang Laut Ditjen PRL KKP, Suharyanto menambahkan beleid tersebut menjadi regulasi kedua yang diterbitkan KKP dimana secara spesifik mengatur penataan di ruang laut sesuai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sebelumnya KKP menerbitkan Kepmen KP Nomor 14 Tahun 2021 tentang Alur Pipa dan/atau Kabel Bawah Laut.
“Proses sesuai Kepmen Nomor 42 Tahun 2022 ini kelebihannya tidak menjadikan pelaku usaha wira-wiri antar kementerian lembaga yang tidak efisien secara waktu dan biaya. Karena sebelumnya kementerian lembaga terkait telah duduk bersama untuk melakukan pembahasan dan akhirnya memperoleh satu kesepakatan bahwa proses ini harus dilalui secara terintegrasi,” papar Suharyanto.