JAKARTA, NMN – Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukan perikanan budidaya menyumbang sekitar 16 persen dari USD1,33 triliun nilai potensi keekonomian bidang kelautan Indonesia. Dengan demikian, angka tersebut menunjukkan bahwa produksi perikanan di Indonesia sudah bergeser dari perikanan tangkap ke perikanan budidaya.
Pada 2020 lalu, para pembudidaya ikan dan udang di Indonesia sudah mampu memproduksi 15,45 juta ton, sementara hasil tangkapan nelayan di laut hanya sebesar 7,7 juta ton.
Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri MS dalam sebuah webinar memparkan bahwa produksi perikanan budidaya Indonesia saat ini nomor dua terbesar di dunia.
Menurut Rokhmin, optimalisasi perikanan budidaya di tahun 2022 harus terus digalakkan mengingat investasi, dan bisnis di sektor perikanan budidaya (aquaculture) dari hulu sampai hilir akan tetap cerah.
“Perikanan budidaya menurut data ilmiah merupakah salah satu sektor unggulan dimana potensi produksinya kita di Indonesia nomor satu di dunia. Lebih dari 100 juta ton ikan, seafood, rumput laut dan lain-lain pertahun, faktor lainnya usaha budidaya juga relatif modalnya kecil, kemudian rakyat kita sebagian besar sudah mampu mengoperasikan, serta Sebagian besar lokasi budidaya berada di pesisir dan pedesaan sehingga bisa mengatasi masalah nasional yaitu kemiskinan, pengangguran dan mengurangi ketimpangan antar wilayah,” ujarnya.
Rokhmin menambahkan bahwa fakta tersebut dikuatkan dengan data pada periode 2015-2020, angka konsumsi ikan nasional terus meningkat, rata-rata 6,54% per tahun. Bahkan pada 2021, nilai ekspor periode Januari hingga Oktober mencapai USD 4,56 miliar atau naik 6,6% dibanding periode yang sama pada 2020.
Secara keseluruhan, prospek atau outlook perikanan budidaya pada 2022 semakin cerah karena dari segi permintaan atau demand baik domestik maupun global semakin meningkat. Dari segi supply side kemudian potensi produksi Indonesia nomor satu, kemudian IPTEK juga membantu efisiensi dan produktifitas di perikanan budidaya baik udang, kerapu dan seterusnya. Lebih dari itu perkembangan teknologi ini juga membantu efektifitas dan efisiensi di supply chain perikanan budidaya termasuk berkelanjutan.
Kemajuan IPTEK di bidang Perikanan Budidaya (aquaculture) harus dilakukan, mulai dari teknologi pembenihan (hatchery) yang menghasilkan benih unggul (SPF, SPR, dan fast growing); formulasi dan teknik pemberian pakan (automatic and real time feeder based on needs); teknologi pengendalian hama dan penyakit (probiotic); manajemen kualitas air (kincir air, nanno buble); teknologi budidaya (RAS, Bioflock); pond engineering (biocrete, kolam bundar, MSF); Biosecurity hingga aplikasi teknologi Industry 4.0 (smart and precision aquaculture) sehingga Meminimalisir risiko gagal panen, sekaligus meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, dan keberlanjutan (sustainability) usaha on-farm Perikanan Budidaya.
“Hingga Triwulan III-2021, produksi perikanan budidaya mencapai 12,25 juta ton dengan dominasi masih dari komoditas Rumput Laut (58%). Jika dibanding tahun 2020 pada periode yang sama, produksi perikanan budidaya hingga Triwulan III-2021 naik 6%, dimana kelompok ikan naik 36%, sementara rumput laut turun -8%,” katanya.
Meskipun masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat dampak Pandemi Covid-19, Rokhmin mencatat kinerja sektor Perikanan Budidaya tahun 2021 menunjukkan capaian yang positif dimana pertumbuhan PDB adhb sektor perikanan hingga triwulan III-2021 rata-rata tumbuh positif diatas pertumbuhan nasional (BPS, 2021).
Adapun tantangan pembangunan perikanan budidaya di Indonesia menurutnya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. “Tantangannya faktor eksternal peningkatan suhu air, Sebagian spesies ikan kita kemampuan adaptasi sangat rendah, faktor lainnya seperti iklm investasi, keamanan, kebijakan, suku bunga terlalu tinggi 12 persen per tahun. Adapun tantangan internal harga pakan terus meningkat,” tandasnya.
Namun demikian, secara keseluruhan; political will dan kebijakan pemerintah 2019 – 2024 sangat kondusif bagi tumbuh kembangnya pembangunan, investasi, dan bisnis di sektor perikanan budidaya.
Secara umum permasalahan dan tantangan pembangunan sektor kelautan dan perikanan adalah; pertama, terbatasnya Infrastruktur Perikanan (Pelabuhan Perikanan, Saluran Irigasi dan Drainasi, Pasar Ikan Modern, dll) dan infrastruktur dasar (listrik air, bersih, telkom, dan internet).
Kedua, pencemaran; degradasi fisik ekosistem alam (sungai, danau, mangrove, estuari, terumbu karang); biodiversity loss; dan jenis kerusakan lingkungan lainnya. Ketiga, Dampak Perubahan Iklim Global, tsunami, gempa bumi, dan bencana alam lainnya. Keempat, Suku bunga Bank yang tinggi dan persyaratan pinjam yang memberatkan.
Kelima, Ego sektoral, ego daerah, dan konflik kewenangan. Keenam, Iklim investasi dan Ease of Doing Business (Kemudahan Berbisnis) kurang kondusif. Ketujuh, Kualitas SDM (knowledge, skills, etos kerja, dan akhlak) relatif rendah. Kedelapan, Kerjasama Penta Helix (Pemerintah – Akademisi/Peneliti – Swasta (Industri) – Masyarakat – Media Masa) belum terbangun secara baik. Kesembilan, Kebijakan Politik Ekonomi belum kondusif.
Menurut Rokhmin, Sektor Kelautan dan Perikanan dianggap berperan (berjasa) signifikan bagi kemajuan dan kesejahteraan suatu wilayah (Kabupaten/Kota, Provinsi, atau Negara), bila ia mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang: (1) tinggi (rata-rata > 7% per tahun), (2) berkualitas (banyak menyerap tenaga kerja), (3) inklusif (mampu mensejahterakan seluruh pelaku usaha dan stakeholders secara berkeadilan), dan (4) ramah lingkungan serta berkelanjutan (sustainable).
“Seorang nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, dan pedagang ikan termasuk sejahtera, jika pendapatan (income) nya diatas US$300 (Rp4,5 juta) per bulan,” katanya.
Untuk mendorong Peningkatan Pendapatan Nelayan diantaranya perlu Peningkatan produktivitas (CPUE, Hasil Tangkap per Satuan Upaya) secara berkelanjutan (sustainable) melalui beberapa hal. Antara lain; Modernisasi teknologi penangkapan ikan (kapal, alat tangkap, dan alat bantu); dan penetapan jumlah kapal ikan yang boleh beroperasi di suatu unit wilayah perairan, sehingga pendapatan nelayan rata-rata > US$ 300 (Rp 4,5 juta)/nelayan ABK/bulan secara berkelanjutan di Kabupaten/Kota Pesisir – Laut: Kep. Mentawai, Pessel, Kota Padang, Agam, Kota Padang Pariaman, Pariaman, dan Pasaman Barat.
“Modernisasi armada kapal ikan tradisional yang ada saat ini, sehingga pendapatan nelayan ABK diatas US$300 (Rp4,5 juta)/nelayan/bulan. Pengembangan 200 Kapal Ikan Modern (> 30 GT) dengan alat tangkap yang efisien dan ramah lingkungan untuk memanfaatkan SDI di wilayah laut 12 mil – 200 mil (WPP-571) dan Laut Lepas (> 200 mil), dengan landing base: 50 KI di Sikakap, 50 KI di Carocok, 50 KI di Bungus, dan 50 KI di Air Bangis,” ungkapnya.
“Nelayan harus menangani ikan dari kapal di tengah laut hingga didaratakan di pelabuhan perikanan (pendaratan ikan) dengan cara terbaik (Best Handling Practices), sehingga sampai di darat kualitas ikan terpelihara dengan baik, dan harga jual tinggi,” tambahnya.
Pemerintah lanjut Rokhmin wajib menyediakan sarana produksi dan perbekalan melaut (kapal ikan, alat tangkap, mesin kapal, BBM, energi terbarukan, beras, dan lainnya) yang berkualitas tinggi, dengan harga relatif murah dan kuantitas mencukupi untuk nelayan di seluruh wilayah Prop. SUMBAR.
Sedangkan di sub sektor perikanan budidaya, Rokhmin mendorong beberapa langkah kebijakan dan program yakni; Pertama, revitalisasi semua unit usaha (bisnis) budidaya laut (mariculture), budidaya perairan payau (coastal aquaculture), dan budidaya perairan darat untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, inklusivitas, dan keberlanjutan (sustainability) nya.
Kedua, Ekstensifikasi usaha di lahan perairan baru dengan komoditas unggulan, baik di ekosistem perairan laut (kakap putih, kerapu, lobster, dan rumput laut Euchema spp); payau (udang Vaname, Bandeng, Nila Salin, Kepiting, dan rumput laut Gracillaria spp); maupun darat (nila, patin, lele, mas, gurame, dan udang galah).
Ketiga, Diversifikasi usaha budidaya dengan spesies baru di perairan laut, payau, dan darat. “Lakukan penguatan dan pengembangan usaha perikanan budidaya di setiap Kabupaten dan Kota berbasis komoditas unggulan setempat (lokal),” ujar Rokhmin.