Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2017 mengalami surplus USD11,84 miliar. Neraca ini merupakan selisih antara kinerja ekspor yang tercatat USD168,73 miliar dan kinerja impor USD156,89 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, surplus neraca perdagangan selama 2017 tertinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Tahun 2013 defisit USD-4,088 miliar, 2014 defisit USD-2,20 miliar, 2015 surplus USD7,67 miliar, 2016 surplus9,53 miliar, dan 2017 surplus USD11,84 miliar.
“Surpus USD11,84 miliar terjadi karena surplus nonmigasnya sebesar USD20,40 miliar, tetapi terkoreksi oleh defisit di migas sebesar USD8,56 miliar,” kata Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (15/1).
Ditambahkannya, penurunan impor terjadi karena penurunan impor nonmigas sebesar -3,05% sementara migas terjadi kenaikan cukup tinggi sebesar 15,89%,” tambahnya. Sehingga secara kumulatif total impor Januari-Desember 2017 sebesar USD156,89 atau tumbuh 15,66% (yoy) serta impor nonmigas Januari-Desember 2017 sebesar USD132,59 miliar atau naik 13,41% (yoy).
“Untuk pangsa impor nonmigas Januari-Desember 2017 didominasi oleh tiga negara, yaitu Tiongkok USD35,52 miliar, Jepang sebesar USD15,21 miliar, dan Thailand sebesar USD9,19 miliar,” pungkasnya.
Nilai Ekspor Perikanan Terus Tumbuh
Kinerja ekspor produk perikanan Indonesia Januari sampai dengan November 2017 sebesar US$4,09 miliar dengan volume ekspor 979.910 ton. Tren ekspor Januari-November 2017 mengalami kenaikan 8,12% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$3,78 miliar
Jika dilihat tren 5 tahun ke belakang, 2012-2017 naik 1,71% per bulan dengan kenaikan volume 1,63% per bulan.
“Nilai ekspor naik 8,13% dari US$3,78 miliar di 2016 menjadi US$ 4,09 miliar di 2017,” kata Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo.
Di sisi lain, nilai dan volume impor sampai dengan November 2017 mencapai US$433.380 dan 346.350 ton. Tren impor Januari-November 2017 mengalami kenaikan 14,43% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Akan tetapi, hal ini tidak berpengaruh terhadap nilai neraca perdagangan karena persentase impor hanya 10,31% terhadap nilai ekspor.
Lebih lanjut Nilanto memaparkan, sepanjang 2012-2016, tren tahunan nilai ekspor mengalami kenaikan 2,45% dan impor mengalami penurunan 1,89%. Namun dari sisi volume ekspor tren tahunnannya mengalami penurunan 3,23%. Akan tetapi penurunan volume tidak berpengaruh pada nilai ekspor.
Hal ini dikarenakan meningkatnya harga produk perikanan serta produk yang turun volume ekspornya adalah produk dengan harga rendah.
Berdasarkan komoditas utama yang diperdagangkan, tren nilai ekspor Januari-November 2016-2017 mengalami kenaikan untuk komoditas udang 0,53%, tuna tongkol cakalang 18,57%, rajungan dan kepiting 29,46%, cumi sotong gurita 16,54%, rumput laut 23,35%, dan lainnya naik 3,61%.
Tujuan utama pasar ekspor mengalami kenaikan ke Amerika Serikat (AS) 12,82%, Jepang naik 8,31%, Asia Tenggara naik 3,42%, China naik 11,28%, dan Uni Eropa naik 9,38%.
Nilanto mengungkapkan, meningkatnya ekspor ke Amerika Serikat tentunya tidak terlepas dari penegakan hukum yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan terhadap kapal asing yang mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia.
Menurutnya, penegakan hukum berupa peledakan dan penenggelaman kapal asing yang terbukti melakukan illegal fishing telah membuat kapal asing, yang kebanyakan berasal dari Thailand dan Vietnam, sudah tidak dapat berproduksi lagi. Dengan demikian, Indonesia berhasil mengoptimalkan ekspor perikanan ke Amerika Serikat, yang sebelumnya dikuasai oleh Thailand dan Vietnam.
Penulis : Ismadi Amrin