JAKARTA, NMN – Lautan berperan penting dalam mengurangi dampak bencana alam, terumbu karang dan bakau serta meminimalisasi dampak banjir dan tsunami bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang wilayah.
Karenanya, Indonesia terus berkomitmen untuk merealisasikan sustainable ocean economy atau ekonomi kelautan yang berkelanjutan.
Strategi ekonomi biru yang terintegrasi dan lintas sektoral menjadi kunci meningkatkan program pembangunan maritim, pemerataan kesempatan untuk pemberdayaan sumber daya kelautan, dan peningkatan kualitas penghidupan.
Guna mewujudkan strategi tersebut, terdapat empat hal penting terkait ekonomi kelautan yang perlu diperhatikan. Pertama ialah meningkatkan pengelolaan aset laut dan pesisir yang meliputi perikanan, mangrove, serta terumbu karang, melakukan mobilisasi insentif dan investasi, membutuhkan sistem pengumpulan dan pemantauan data yang lebih baik, serta membangkitkan kembali ekonomi biru dari pandemi COVID-19.
Saat ini, Indonesia telah mengembangkan rencana tata ruang laut yang mengidentifikasi wilayah lautan yang sesuai untuk kegiatan ekonomi dan wilayah yang harus tetap dilindungi.
Indonesia terus bergerak menuju prinsip-prinsip pengelolaan perikanan berkelanjutan sehungga dapat memberi keuntungan bagi nelayan dalam pengelolaan perikanan serta mendorong penatagunaan yang baik dan peningkatan produktivitas.
Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang berkomitmen kuat untuk menjaga ekosistem laut agar tetap sehat dan berkelanjutan sepanjang tahun. Komitmen itu dijaga, agar Indonesia bisa mewujudkan pembangunan dan perikanan yang berkelanjutan.
Untuk mewujudkan ekonomi yang berkelanjutan, maka diperlukan fokus yang kuat agar transformasi pembangunan ekonomi bisa berjalan baik di masa sekarang saat pandemi COVID-19 masih berjalan. Transformasi itu, diarahkan agar kegiatan perekonomian berjalan dengan prinsip berkelanjutan.
Dalam menguatkan ekonomi berkelanjutan, wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) berperan sangat penting karena itu bisa mewujudkan manajemen perikanan berbasis ekosistem, budi daya laut, dan perlindungan habitat laut.
Melalui ekonomi biru, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga menegaskan komitmen pengelolaan ruang laut berkelanjutan dan memastikan tancap gas menyusun dan menetapkan Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ KAW) untuk mendorong tumbuhnya investasi di ruang laut Indonesia sesuai prinsip ekonomi biru.
Hingga tahun 2024, pemerintah menargetkan penyelesaian minimal 12 rencana zonasi dari 20 yang telah ditetapkan.
RZ KAW memiliki peran yang sangat penting sebab menjadi prasyarat penerbitan izin berusaha di ruang laut berupa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
Tanpa adanya rencana zonasi, maka prasyarat perizinan berusaha berupa KKPRL tidak bisa diterbitkan dan kegiatan berusaha tidak bisa dilakukan.
“Dengan kata lain, tanpa rencana zonasi di laut, maka akan menghambat kegiatan berusaha dan non berusaha di laut. Untuk itu, kami akan terus mengakselerasi penyusunan dan penetapan rencana zonasi dan materi muatan teknis ruang laut untuk diintegrasikan dengan rencana tata ruang wilayah mengingat fungsinya yang sangat penting,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo beberapa waktu lalu.
Sejauh ini pemerintah telah menetapkan empat Peraturan Presiden tentang RZ KAW, yakni Perpres Nomor 83 Tahun 2020 tentang RZ KAW Selat Makassar, Perpres Nomor 3 Tahun 2022 tentang RZ KAW Laut Jawa, Perpres Nomor 4 Tahun 2022 tentang RZ KAW Laut Sulawesi, dan Perpres Nomor 5 Tahun 2022 tentang RZ KAW Teluk Tomini.
Peran rencana zonasi juga untuk memastikan kegiatan menetap di ruang laut yang dilakukan pelaku usaha maupun masyarakat, dapat berjalan harmonis. Kegiatan yang dimaksudnya di antaranya perikanan tangkap, budidaya lepas pantai, eksplorasi migas, pemasangan kabel dan pipa bawah laut, hingga wisata.
Pihak-pihak yang memanfaatkan ruang laut yang telah ditetapkan ruang zonasinya, untuk segera mengurus KKPRL untuk menghindari persoalan yang dapat menghambat jalannya kegiatan ekonomi yang dilakukan.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut, terdapat 20 rencana zonasi kawasan antarwilayah yang wajib disusun meliputi laut, selat dan teluk lintas provinsi. Dari jumlah tersebut, pemerintah menargetkan minimal 12 di antaranya dapat selesai hingga tahun 2024.
Saat ini pemerintah tengah menggodok tiga lagi Peraturan Presiden RZ KAW untuk Teluk Bone, Laut Maluku, Natuna dan Natuna Utara. KKP memastikan diri aktif dalam penyusunan peraturan agar target penyelesaian dapat tercapai.
Selain itu, salah satu komitmen Indonesia dalam melaksanakan transformasi ekonomi kelautan yang berkelanjutan adalah dengan mengarahkan semua aktivitas berbasis kelautan, peningkatan mata pencaharian masyarakat pesisir, kesehatan laut, dan ekosistem pesisir dengan penguatan pengelolaan wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI).
Untuk melaksanakan penguatan pengelolaan WPP, itu dilakukan melalui manajemen perikanan berbasis ekosistem, budi daya laut, dan perlindungan habitat laut yang terintegrasi dalam rencana tata ruang laut, rehabilitasi lingkungan laut terpadu berbasis alam, dan melanjutkan upaya pemberantasan penangkapan ikan ilegal, tak terlaporkan, dan tak tercatat (IUUF).
Hingga saat ini Indonesia berhasil mewujudkan kawasan konservasi laut seluas 23,14 juta hektar, atau mencapai 15,7 persen dari wilayah perairan laut. Menurut Aryo, KKP secara bertahap akan menambah luasan kawasan konservasi laut hingga mencapai 32,2 juta ha pada 2030.