JAKARTA, NMN – Salah satu yang menghambat daya saing produk tuna asal Indonesia di Jepang adalah pengenaan tarif bea masuk Most Favoured Nation (MFN). Karenanya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengupayakan produk tuna Indonesia bisa bersaing dengan produk negara Asia lainnya di pasar Jepang.
“Dalam Public Private Dialogue Track 1.5 Indonesia-Jepang yang berlangsung kemarin di Jakarta, kami sampaikan kembali mengenai pembebasan tarif bea masuk ini. Kami ingin produk tuna Indonesia, khususnya tuna kaleng dibebaskan bea masuk seperti produk tuna dari Thailand maupun Filipina,” ungkap Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Perikanan Artati Widiarti melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (26/4).
Artati menjelaskan keuntungan yang akan didapat oleh Jepang melalui penghapusan empat pos tarif tuna asal Indonesia, yaitu memperluas sumber pasokan tuna untuk importir negara tersebut dengan harga yang bersaing sekaligus mendukung pemberantasan IUU Fishing dan perikanan berkelanjutan.
Pembebasan tarif bea masuk tuna Indonesia telah dibahas dalam perundingan Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) sejak tahun 2014. Pada tahun 2018, Jepang menyampaikan akan membuka akses pasar untuk tuna kaleng Indonesia dengan syarat memperoleh perizinan atas operasi armada milik badan usaha joint venture investasi Jepang.
Pasca pemberlakuan Omnibus Law dan peraturan pelaksanaannya, syarat yang diajukan Jepang secara otomatis terpenuhi. Untuk itu, KKP meminta otoritas Jepang untuk membuka akses pasar produk tuna kaleng Indonesia di negeri Sakura.
“Untuk itu pada pertemuan ini, KKP minta dukungan dari METI dan Keidanren untuk mempertimbangkan penghapusan bea masuk ke Jepang untuk produk tuna kaleng Indonesia dengan menekankan keuntungan yang akan didapat oleh investor Jepang,” ungkapnya.