Konvensi International Maritime Organization (IMO) mengenai Management of Ships Ballast Water mengamanatkan bahwa setiap kapal angkutan barang yang melakukan pelayaran harus memiliki sistem Ballast Water Management (BWM). Kementerian Perhubungan bakal menerapkan penggunaan sistem BWM pada kapal yang digunakan untuk kegiatan ekspor dan impor.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan Kementerian Perhubungan Capt. Rudiana mengatakan di kawasan Asia Tenggara sendiri baru dua negara yang merafitikasi yakni Indonesia dan Malaysia.
“Penerapan sistem manajemen air ballast tersebut kami rencanakan mulai 8 September 2017,” kata Rudiana di Jakarta, pekan lalu.
Untuk diketahui, pada sebuah kapal, air ballast adalah air yang dimasukkan kedalam kapal yang digunakan untuk menahan gaya lateral. Bila sebuah kapal mengalami ketidakcukupan air ballast, maka kapal akan cenderung terombang ambing atau miring, terlebih jika angin yang kencang bisa menyebabkan kapal terbalik.
Penambahan air ballast diperlukan untuk menurunkan pusat gravitasi, dan meningkatkan draft kapal. Peningkatan draft diperlukan untuk perendaman baling-baling dengan tepat.
Rudiana menambahkan, setiap kapal nasional yang melakukan kegiatan ekspor maupun impor nantinya wajib menerapkan sistem BWM. Dengan sistem ini, kapal akan dipasangkan sebuah alat untuk dapat mendaur ulang air ballast yang ditampung oleh kapal tanpa harus mengeluarkan kembali air yang ditampung tersebut.
Menurutnya, penerapan sistem BWM ini penting karena saat kapal menampung air ballast tentunya banyak organisme dan pathogen yang terbawa. Kemudian, saat air ballast dibuang di suatu area, maka organisme dan pathogen tadi ikut terbuang ditempat pembuangan air ballast.
“Kalau ada kapal dari luar negeri membuang air ballast di laut Indonesia tentunya akan merugikan ekosistem dan mencermakan laut kita, kalau kapal itu sudah punya sistem BWM tentunya air sudah diolah sehingga tidak mencemari lingkuangan,” pungkasnya.
Penulis: Ismadi Amrin