Mutiara air laut dinilai dapat menjadi salah satu kekayaan komoditas dari sektor kelautan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan bisnis yang menjanjikan. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan pengembangannya karena potensinya yang sangat besar.
“Indonesia itu salah satu produsen mutiara air laut terbesar di dunia, dalam kurun waktu 2010 hingga 2015 nilai harga South Sea Pearl (mutiara laut selatan) dari Indonesia meningkat hingga 80 persen,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto di Jakarta, Selasa (7/2).
Menurut Yugi, keberpihakan pemerintah terhadap komoditas mutiara sangat diperlukan, terutama terkait pengembangan teknologi dalam budidaya kerang mutiara.
“Hampir semua jenis mutiara dihasilkan oleh Indonesia, bila pemerintah berpihak, mungkin kita bisa lebih meningkatkan porsi pasikan untuk kebutuhan dunia dan membuat nilai tambah,” ujarnya.
Menurut Yugi, keberpihakan pemerintah terhadap komoditas mutiara sangat diperlukan, terutama pengembangan teknologi dalam budidaya kerang mutiara. Saat ini, pembudidaya juga memiliki hambatan dengan prosesnya yang lama, kompleks dan padat modal sehingga perlu langkah-langkah yang efisien untuk diterapkan dalam pengembangan bisnis mutiara.
“Kita juga sangat mengharapkan agar para pembudidaya mutiara nasional ini bisa bertahan. Memang saat ini sudah dilakukan secara terintegrasi oleh perusahaan besar, misalnya investor dari Australia. Namun, setelah panen di Indonesia semua harus dikirimkan ke Australia untuk diolah lagi di sana sehingga kita tidak menerima hasil dari nilai tambahnya,” kata Yugi.
Ditambahkannya, Indonesia merupakan produsen mutiara air laut yang terbesar di dunia, hal tersebut terindikasi dari perhitungan Jewelry News Asia (JNA) dan telah dikonfirmasi Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi), dalam kurun waktu 2013-2015, Indonesia telah menghasilkan 5,4 – 7,5 ton mutiara.
Penulis : Ismadi Amrin