Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi atas produk-produk pertambangan tetap diberlakukan sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hilirisasi produk pertambangan merupakan strategi yang tepat untuk negara-negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam.
“Pemerintah akan terus menjalankan program hilirisasi produk-produk pertambangan. Pemerintah tetap mengacu pada amanat Undang-Undang (UU) No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang melarang ekspor barang mentah tambang mineral dan batubara,” tegas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said di Jakarta, Jumat (11/3).
Menurut Sudirman, dengan kebijakan hilirisasi, akan ada nilai tambah dari produk-produk pertambangan yang selama ini diekspor sebagai bahan mentah.
Menurutnya, program hilirisasi mineral itu merupakan bagian dari proses pembangunan industri nasional. Hasil nilai tambah dari produk mineral mentah jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai tambah hasil mineral yang sudah melalui proses pengolahan karena itu, maka sikap pemerintah sudah jelas tidak ada relaksasi untuk ekspor mineral mentah.
Di tempat terpisah, Deputi bidang Pengendalian dan Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis mengatakan hilirisasi pertambangan sangat diperlukan karena bisa menyerap tenaga kerja dan menciptakan nilai tambah bagi bahan tambang Indonesia.
“Negara yang maju, mereka tidak akan mengekspor raw material (barang mentah), karena mereka ngerti pentingnya nilai tambah. Hilirisasi di dalam negeri sudah memiliki dampak yang baik, jadi harus dilanjutkan,” kata Azhar.
Menurut data BKPM, minat investasi di bidang hilirisasi smelter pada bulan Januari 2016 terbilang meningkat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Tercatat, minat investasi smelter pada periode itu sebesar Rp59,22 triliun atau meningkat 12,7 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya Rp4,6 triliun.
Penulis: Ismadi Amrin