ALFI: Komponen Biaya Logistik di Pelabuhan Masih Banyak

691

JAKARTA, NMN – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai komponen biaya logistik di pelabuhan yang cukup banyak masih menjadi tantangan tersendiri bagi sektor logistik nasional. Banyaknya biaya logistik di pelabuhan menjadikan daya saing logistik Indonesia belum mampu bersaing secara maksimal di tingkat global.

“Komponen biaya logistik di pelabuhan banyak, kalau di luar, apa yang tercantum itu yang dibayar. Kalau di sini banyak itemnya,” kata Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi dalam Musyawarah Nasional (Munas) VI ALFI di Jakarta, Selasa (4/12).

Menurutnya, Logistic Performance Index Indonesia secara global memang mengalami peningkatan, tapi di tingkat ASEAN sendiri justru Indonesia masih di bawah negara ASEAN lainnya.

Yukki menjelaskan, untuk membenahi daya saing, perlu ada perubahan tarif di pelabuhan. “Jika biaya di pelabuhan berkurang, maka biaya logistik juga bisa ditekan, akan banyak investor masuk. Biaya logistik kita di Asean masih tetap paling tinggi,” ujar Yukki.

Contoh, tarif progresif penumpukan peti kemas di pelabuhan khususnya di pelabuhan Tanjung Priok yang selama ini mendominasi kegiatan ekspor impor secara nasional,” ujarnya. “Di negara lain, seperti Thailand dan Filipina, tidak ada itu istilah tarif progresif,” kata Yukki.

Menurut Yukki, di era digital sistem kita masih terpisah-pisah. “Ego sektoral masing-masing kementerian dan lembaga, masih jadi kendala meningkatkan daya saing,” pungkasnya.

Secara terpisah, Ketua DPW ALFI DKI Jakarta Widijanto mengatakan, dari sisi angkutan laut, pihaknya masih melihat adanya persoalan krusial di bisnis logistik angkutan laut yang mesti ditindaklanjuti implementasinya oleh Kementerian Perhubungan.

“Pertama, terkait masih ditariknya uang jaminan kontainer oleh perusahaan pelayaran asing untuk kegiatan impor. Kedua, implementasi Permenhub No. 25/2017 tentang batas waktu penumpukan peti kemas maksimal tiga hari secara konsisten dan konsekuen di empat pelabuhan utama yaitu Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak dan Makassar, terakhir agar ada mandatori terhadap pelayaran asing untuk melakukan pertukaran data secara elektronik dengan customernya agar implementasi dokumen delivery order (DO) secara elektronik di pelabuhan-pelabuhan utama itu bisa dilaksanakan,” ujar Widijanto.

Widijanto menegaskan, ketiga hal itu menjadi persoalan bagi pelaku usaha logistik, agar pebisnis bisa mendapatkan kepastian biaya dan waktu penanganan logistik. “Kami sangat mengharapkan Kemenhub mau mendengarkan kesulitan pelaku usaha logistik saat ini,” ujar dia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here