Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam melakukan morotarium kapal eks asing dan pemberantasan para pelaku illegal fishing memberikan dampak pada berlimpahnya stok ikan. Hal ini menjadi momentum bagi Perum Perikanan Indonesia untuk mengoptimalkan bisnisnya dalam perdagangan ikan.
Sejak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia diberlakukan sejak November 2014 stok ikan terus berlimpah.
Data Badan Pusat Stistik (BPS) yang diolah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan bahwa stok ikan pada 1997 hanya 6,19 juta ton/tahun. Kemudian, meningkat jadi 6,4 juta ton/tahun (1999), 6,41 juta ton/tahun (2001), 6,52 juta ton/tahun (2011), 7,31 juta ton/tahun (2013), 9,93 juta ton/tahun (2015), dan 12,54 juta ton/tahun (2017).
Direktur Utama Perum Perindo, Risyanto Suanda mengatakan dengan banyaknya stok ikan tentunya industri perikanan saat ini memiliki potensi yang luar biasa.
“Ini harus dioptimalkan, kebijakan KKP membuat sumber daya ikan aman potensinya akan sustain, kemungkinan mendatangkan ikan semakin besar dan berkembang. Untuk itu, Perum Perindo tahun ini akan fokus pada perdagangan ikan,” kata Risyanto di Jakarta, Jumat (19/1).
Risyanto memaparkan, dari sisi target revenue, Perum Perindo tahun ini menargetkan Rp1,036 triliun. Target revenue ini akan dihasilkan dari lini bisnis Perum Perindo yang ada. Antara lain, bisnis kepelabuhan, penangkapan dan perdagangan ikan, serta perikanan budidaya.
“Kita tahun 2017 lalu revenue di Rp602 miliar, dan itu meningkat hampir tiga kali lipat dari 2016, tahun ini kita targetkan tumbuh sekitar dua kali lipat dari 2017,” ujarnya.
Menurutnya, untuk mencapai target revenue tersebut, pada tahun ini Perum Perindo akan fokus pada bisnis perdagangan ikan. Kontribus perdagangan ikan itu sendiri ditargetkan mencapai 60% dari total target revenue.
“Kalau kita di 2018 memang masih fokus di perdagangan ikan, kontrbusinya ditargetkan 60 persen dari revenue kita. Tahun lalu itu 55% revenue perusahaan berasal dari perdagangan, sisanya dari bisnis kepelabuhanan budidaya. Karena stok ikan berlimpah, tahun ini perdagangan ikan masih jadi andalan, makanya kita fokus diperdagangan,” tegasnya.
Risyanto menambahkan, pada 2014 kinerja perdagangan ikan mencapai 1,6 ton dengan nilai Rp28,5 miliar. Pada tahun 2017 kinerja perdagangan ikan perusahaan melonjak tajam mencapai 25.000 ton dengan nilai Rp445 miliar. Sedangkan pada 2018 diproyeksikan kinerja perdagangan ikan bisa mencapai 50.000-55.000 ton dengan nilai sekitar Rp900 miliar.
Ia mengatakan, hal yang tetap menarik ke depannya adalah yang sifatnya ada di hulu, yaitu bisnis penangkapan ikan serta budidaya.
“Itu bisa memberi margin yang lebih besar. Kemudian di tengah ada diantaranya trading dan pemrosesan. Sedangkan yang memang paling menjanjikan bila bisnis itu dilakukan holistik, yaitu mulai dari menangkap, memproses, dan melakukan ekspor,” pungkasnya.
Namun demikian, lanjutnya, untuk mencapai kinerja yang optimal, Perum Perindo sangat memerlukan dukungan dari stakeholder terkait. Antara lain, Pertama, dari sisi logistik yakni diharapkan ada penurunan biaya transportasi dan ketersediaan penunjang angkutan ikan, baik lewat darat, laut dan udara.
Kedua, modal kerja, dalam hal ini dibutuhkan dukungan dari perbankan dan lembaga keuangan untuk investasi dan biaya operasional.
Ketiga, sarana prasarana rantai dingin. Ketersediaan tambahan sarana prasarana produksi rantai dingin untuk menjaga kualitas ikan dan hasi laut lainnya. Seperti pabrik es, ABF, cold storage, unit pengolahan ikan maupun mobil angkutan berpendingin.
Penulis : Ismadi Amrin