Pusat Logistik Berikat Wujudkan Efisiensi Biaya Logistik

12400

Pemerintah beberapa waktu lalu telah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II, dimana di dalamnya terdapat kebijakan mengenai pembangunan Pusat Logistik berikat (PLB). Paket kebijakan ini merupakan upaya pemerintah untuk memangkas waktu logistik yang dibutuhkan untuk impor barang.

Pusat Logistik Berikat ini merupakan poin di paket kebijakan ekonomi jilid II dan diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 85 tahun 2015 sebagai revisi PP 32 Tahun 2009 tentang Penimbunan Berikat. PLB juga merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat.

Dengan adanya pembangunan PLB diberbagai daerah, pemerintah yakin harga bahan baku impor bagi industri bisa ditekan, dan menciptakan daya saing industri yang tinggi. Kini, keyakinan pemerintah itu telah menjadi sebuah kenyataan. Pemerintah mengklaim bahwa kebijakan pembangunan PLB merupakan paket kebijakan ekonomi yang paling sukses dari 14 paket kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan pemerintah.

PLB telah membuat biaya logistik menjadi lebih efisien hingga rata-rata 25 persen. Salah satunya karena pembayaran pajak bisa dibayar belakangan. Hasilnya, biaya timbun rata-rata di PLB lebih murah dibanding barang yang ditimbun di pelabuhan.

Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Barang untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. PLB merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan DJBC.

Beberapa insentif yang diberikan di dalam kawasan tersebut adalah bebas pungutan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), pembebasan cukai bagi perusahaan yang ingin masuk ke kawasan PLB, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Petambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) bagi barang yang dipindahkan dari kawasan PLB satu ke PLB lainnya.

Untuk memperdalam informasi mengenai PLB, pekan lalu, redaksi Nusantara Maritime News telah mewawancarai pihak Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan. Berikut petikan wawancara dengan Deni Sujantoro selaku Kepala Subdit Komunikasi dan Humas Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) :

1. Semenjak diresmikan Presiden, Joko Widodo pada 10 Maret 2016 yang lalu, Pusat Logistik Berikat (PLB) telah menunjukkan dampak positif bagi perekonomian terutama pada biaya logistik. Bagaimana mekanisme PLB hingga bisa menekan biaya logistik?

Mekanisme PLB menekan biaya logistik adalah dengan mengadopsi konsep hub and spoke. Pelabuhan diharapkan tidak menjadi satu-satunya tempat melakukan clearance barang karena adanya alternatif lain, PLB.

Dengan PLB, barang dapat dikeluarkan dahulu dari pelabuhan, pengurusan clearance (penyelesaian BM , PDRI & Formalitas Kepabeanan serta aturan-aturan Pembatasan dari K/L ) diselesaiakan saat akan dikeluarkan dari PLB . Implikasinya, demurrage di pelabuhan yang selama ini masih menjadi komponen signifikan biaya logistik dapat ditekan.

Fasilitas menarik lainnya di PLB yaitu ditangguhkannya Bea Masuk & PDRI selama barang impor ditimbun di dalam PLB. Hal ini adalah insentif fiskal yang akan membantu perusahaan dari sisi manajemen cash flow.

Disamping insentif fiskal sebagaimana yang telah disebutkan, di PLB banyak sekali kemudahan yang diberikan sehingga memungkin terjadinya pergeseran penimbunan bahan-bahan baku industri yang selama ini ditimbun di LN ke Indonesia. Hal ini tentunya dari sisi suplly chain akan mendekatkan pusat produksi dengan bahan baku yang tentu juga akan menekan biaya logistik

PLB mewujudkan efisiensi logistik untuk mendapatkan barang yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan jumlah yang tepat, kondisi yang tepat, dengan biaya yang terjangkau.

2. Apakah saat ini PLB sudah tersebar di semua pelabuhan di Indonesia?

PLB belum tersebar merata di seluruh pelabuhan di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah kebutuhan bisnis di dekat pelabuhan belum memenuhi skala ekonomis pengusaha PLB. Pembentukan PLB di pelabuhan justru mungkin bisa mengakibatkan inefisiensi biaya logistik. Selain itu, memang PLB impor di-setup untuk dibentuk lebih dekat ke industri pengguna (pusat produksi).

3. Bagaimana dengan lokasi PLB yang dekat sumber produksi hingga pasar hasil produksi, apakah sudah ada?

PLB sudah tersebar dekat pusat produksi, karena memang ini lokasi yang ideal untuk mendukung pengeluaran barang secara tepat waktu dengan biaya paling murah bagi produksi. Untuk PLB dekat dengan pasar hasil produksi saat ini belum ada.

4. Dimanakah target utama pendirian PLB ini agar mampu menekan biaya logistik secara nasional?

Target utama pendirian PLB adalah di dekat pusat-pusat produksi. Pelabuhan dan sekitarnya sudah cukup padat tanpa kehadiran PLB. Untuk bisa menekan biaya logistik nasional dan terus berkembang, PLB diarahkan ke pusat-pusat produksi.

5. Bagaimana agar PLB bisa menekan dwelling time, apa saja syarat-syaratnya agar hal itu tercapai?

Syarat PLB bisa menekan dwelling time, antara lain rate yang kompetitif dari PLB dibanding dengan pelabuhan, koordinasi dan sinergi antar K/L untuk ikut menyukseskan Paket Kebijakan Ekonomi II ini untuk tidak menambah biaya, dan ketertarikan dari industri untuk menggunakan PLB.

6. Apakah PLB bisa membuat biaya logistik nasional bersaing dengan misalnya Thailand, atau negara-negara peer kita?

PLB dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya saing Indonesia dengan peer, secara langsung dari struktur biaya logistik dan secara tidak langsung dari biaya produksi barang. PLB dibentuk untuk menjadi hub logistik Asia Pasifik dan masih on the track menuju kesana. Banyaknya bisnis yang mulai memanfaatkan PLB mengindikasikan fasilitas ini menarik dan berpotensi terus berkembang.

7. Ada beberapa PLB yang belum optimal bahkan mengaku masih sepi, apa saja kira-kira masalah yang muncul di sana?

Saat ini masih ada beberapa PLB yang belum optimal. Sudah terdapat 45 perusahaan PLB di 76 lokasi, yang semuanya dianggap patuh dan layak dengan standard yang ditetapkan DJBC. Akan tetapi, dari sisi performance, tentunya tiap perusahaan punya kekuatan dan kelemahan masing-masing. Yang bisa di-support DJBC salah satunya dengan terus memberikan asistensi dan sosialisasi bagi industri.

Penulis : Ismadi Amrin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here